Akhir Agustus lalu saya berangkat ke Indonesia dari Belanda setelah sebelumnya terkena lockdown di Argentina selama 5 bulan dan melimpir ke Belanda selama 1 bulan selagi summer. Sebenarnya tujuan kembali ke Indonesia adalah karena saya harus bertemu dengan tim saya di Bali setelah sebelumnya kerja dan onboarding remote selama beberapa bulan. Artikel ini akan membahas pengalaman test PCR di belanda untuk syarat penerbangan domestik dan internasional, pengalaman naik pesawat selama pandemi dan pengecekan di bandara selama corona.
Tes Swab PCR
Hanya ada beberapa negara di dunia yang mewajibkan orang-orang untuk menunjukkan test rapid atau PCR sebagai syarat penerbangan masuk ke negaranya. Di Indonesia ketentuannya kalau tidak bisa menunjukkan bukti maka akan di test setibanya di Indonesia dan di karantina di Asrama Haji atau akomodasi tertentu yang telah di setujui pemerintah (biaya sendiri) sampai hasil test keluar. Gak mau lah aku di kurung di Asrama Haji. Lagian saya harus buru-buru ke Bali karena sudah banyak pekerjaan yang menunggu.
Setelah di cari-cari Swap atau sering disebut PCR ternyata biayanya lumayan mahal di bandingkan rapid test. Mikirnya kalau rapid test bisa di jadikan syarat masuk dan lebih murah, kenapa gak? Tapi ternyata setelah berselancar di internet, rapid test gak ada di Belanda (apa saya yang gak ketemu). Yang ada hanya PRC dan ternyata harganya mahal antara Euro 90-140 atau sekitar 2 juta. Sebenarnya emang di mana-mana (temaksud Indonesia) PCR mahal tapi baru tahu setelah nyari-nyari di internet.
Proses Tes Swab
Awalnya ogah-ogahan karena ngelihat proses testnya masukin alat untuk ambil sampel ke tenggorakan dan dalam hidung sampai dalam banget. Bahkan sampai mikir yaudah lah di karantina asrama haji Jakarta aja sambil nunggu test rapid di Indonesia. Tapi kalau di pikir-pikir lagi, gak banget yaken? Lagian harus buru-buru ke Bali.

Asiknya tinggal di Utrecth selama summer, bisa keliling kanal di tengah kota
Akhirnya saya memberanikan diri ke Medical Center di city center Utrech (tempat saya tinggal sebulan selama di Belanda) 15 menit sebelum tempat nya tutup. Pas nyampe ternyata antriannya lumayan panjang tapi syukurnya masih nerima juga (dan saya adalah pasien terakhir).
Sebenarnya aneh juga ngelihat antriannya panjang karena di Belanda test PCR di kasih gratis oleh pemerintah. Cukup datang ke center nya yang ada di tiap tiap provinsi dan hasilnya akan keluar dalam 2 hari via telpon. Tapi… ini ada tapinya gak di kasih surat keterangannya. Padahal yang di butuhkan untuk traveling itu kan ya itu surat keterangannya. Makanya kalau ada yang niat ngeluarin 100-an Euro untuk surat test PCR di Belanda artinya mereka kan perlu surat nya untuk syarat penerbangan atau kerja? Hmm…
Nah di klinik nya ini petugasnya cuma satu dan gak ada resepsionisnya. Waktu di ambil sample di ujung hidung, saya kesakitan sampai nangis lho. Mungkin karena lubang hidung orang Indonesia memang kecil ya. Baiknya hasilnya sudah keluar besoknya via email.
Penerbangan Ke Indonesia
Tibalah hari yang di tunggu untuk penerbangan ke Indonesia: Amsterdam-Istanbul-Jakarta-Bali. Pada saat check in di Turkish Airline, petugas check in nya tanya apakah saya sudah download aplikasi e-hac sebagai salah satu syarat penerbangan. Untungnya semalam sebelum berangkat saya sudah download. Ini merupakan insiatif pemerintah Indonesia untuk semua yang berangkat masuk ke Indonesia harus download dan mengisi aplikasi e-hac (electronic Health Alert Card) ini. Selain itu harus menunjukkan juga bukti PCR nya sebelum di kasih boarding pass oleh petugas. Buru-buru lah saya isi formular e-hac ini di antrian boarding pass.
Aturan Selama Perjalanan
Selama di pesawat, kita di wajibkan untuk selalu menggunakan masker karena memang di dalam pesawat udaranya tertutup jadi rentan terpapar dengan virus Corona. Makanan pun di berikan hanya dua kali dan interaksi dengan kru pesawat di batasi. Ini sama dengan pengalaman naik pesawat dari Argentina ke Belanda akhir bulan Juli lalu. Liat di video youtube di bawah, jangan lupa subscribe ya!
Saya transit di Istanbul Turki 2 jam jadi gak terasa nunggunya. Anehnya saya liat di bandara banyak sekali orang yang lalu lalang. Mungkin karena Turki membuka negaranya untuk turis asing. Selain itu Turkish Airline juga salah satu maskapai yang masih beropreasi seacara luas dan punya destinasi yang cukup banyak di seluruh dunia.
Kalau mau cek rute pesawat yang available selama pandemi ini coba cek Skyscanner ya! Infonya akurat.
Saat Sampai Di Tujuan
Setelah turun dari pesawat di Jakarta, sebelum masuk imigrasi, penumpang di minta untuk duduk di bangku bangku yang telah di sediakan dan berjarak. Di bangku ini penumpang di minta untuk mengisi kartu kuning yang menayakan riwayat perjalanan dan petugas mendatangi penumpang di bangku satu persatu untuk meliat tanda bukti test PCR.

Saying bye for now
Setelah beres, di lanjutkan mengantri di bangku antrian ke dua yang berjarak 300 menter yang adalah tempat verifikasi hasil test PCR. Setelah itu masuk ke imigrasi untuk stempel paspor dan cek hasil verifikasi PCR dan kartu kuning. So, ternyata e-hac di sini gak terlalu di pakai walaupun tadinya adalah syarat penerbangan sewaktu di bandara di Amsterdam.
Pada saat keluar dari imigirasi ke bagian pengambilan bagasi, ada lagi petugas TNI yang mengecek ulang kertas test PCR saya. Setelah ambil bagasi, di cek lagi oleh petugas bea cukai. Total lima titik pengecekan. Bisa di bilang jeda dari sejak pesawat landing sampai berhasil keluar dari bandara dengan bagasi cukup memakan waktu akibat pengecakan-pengecakan itu.
Pengecekan Bandara
Di bandara Seokarno Hatta, kita wajib menggunakan masker. Untuk mengurangi potensi tertular virus Corona, di lift bandara kita tidak perlu memijit tombol tapi tombolnya ada di kaki untuk di injak.
Karena saya ada pesawat lanjutan ke Denpasar, saya memutuskan untuk menginap di Hotel Digital bandara. Hotel Digital ini untungnya terletak di Terminal 3 jadi saya tidak usah pindah bandara karena Terminal 3 juga adalah tempat kedatangan internasional di Soekarno Hatta. Hotel Digital ini sebenarnya adalah hotel kapsul. Lokasinya teletak di lantai 1 ujung Timur dari Terimal 3.
Saya memesan Hotel Digital online melalui aplikasi booking.com cuma seharga Rp.250.000. Menurutku cukup murah mengingat lokasinya yang strategis, di kasih air minum, ada fasilitas shower dan kamar mandi yang bersih dan lounge kecil serta complimentary air putih. Worth it untuk transit satu malam!
Pemeriksaan
Malam itu senang banget bisa cobain makanan asli Indonesia di Terimal 3 (ternyata banyak pilihan restaurant yang masih buka di Terminal 3). Soalnya udah 9 bulan di luar negeri dan belum cobain makanan Indonesia yang authentic!
Esoknya saya melanjutkan penerbangan domestik ke Bali. Karena lokasi Airasia ada di Terminal 2, maka saya menumpang shuttle bus bandara yang gratis dari terminal 3. Suasana di Terminal 2 jauh lebih sepi dari Terminal 3. Penerbangan domestik pemeriksaannya sedikit berbeda dengan internasional.
Pertama di periksa petugas sebelum masuk ke dalam gedung bandara (seperti biasa). Pada saat check in, kita di minta untuk mendowload aplikasi e-hac (yang sebelumnya gak di pakai di penerbangan internasional dan di ganti dengan kartu kuning) sebagai syarat penerbangan. Sebelum masuk ke boarding room, ada verfikasi test PCR dari petugas bandara. Dan karena test saya berasal dari Belanda saya di minta untuk menunjukkan email aslinya. Pemeriksaan bagasi carry on di Terminal 2 Soeta di pindah ke sebelum gate boarding room. Setelah masuk gate, di periksa hasil test PCR dan boarding pass-nya di bagian depan gate.
Sampai Di Bali
Setelah masuk Bali, kita di minta untuk menunjukkan scan code e-hac yang sudah di isi dan bukti PCR. Keluar dari bandara domestik tidak ada pemeriksaan bagasi sama sekali. Suasana di Bandara Ngurah Rai sepi banget! Berbeda sekali dengan sebelum Corona dimana kedatangan internasional selalu penuh. Sekarang? Kosong melompong.
Tapi saya senang banget bisa kembali ke Bali lagi setelah drama terjebak lockdown di Argentina selama 5 bulan!!

Foto saya berpose di Mangrove Site di Denpasar September 2020
Semoga informasi yang di sharing di atas berguna ya teman-teman! Silahkan tinggalkan pesan di kolom komentar dan have safe flight!
Afrida
September 17, 2020 11:37 amMalam Bpk, mau tanya apa yang ditanyakan pada formulir e-hac.
Filadel
September 17, 2020 4:47 pmHallo Mba,
Apakah bisa WNI travelling ke Indonesia skrg?
Michael Dass
September 17, 2020 12:44 pmShalom ,
Saya merancang ke South Africa pada Mei 2021. Untuk visa nya, Kedutaan Negara tersebut telah melantik pihak swasta sebagai Agent nya . Memang agak Mahal Tapi pasti lulus. Betul kah ini?
olivia purba
September 17, 2020 1:07 pmHalo Pak Michael,
Saya kebetulan belum pengalaman ke sana . Dari 53 negara yg saya kunjungi semua visanya saya urus sendiri Pak tidak pernah pakai agen juga. Thanks.